BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Enksilopedia
Indonesia (1980) dijelaskan, bahwa apresiasi sastra adalah sikap menghargai
sastra berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya. Badudu dan Zain (1996)
menjelaskan bahwa apresiasi sastra adalah pemahaman, penghargaan, dan penilaian
yang positif terhadap karya sastra. Sudjiman (1990) memaknai apresiasi sastra
sebagai penghargaan terhadap karya sastra yang didasarkan pada pemahaman.
Sementara itu, Zaidan (1994) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah
penghargaan atas karya sastra sebagai hasil penilaian, pemahaman, penafsiran,
penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap
nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu. Effendi (1982)
mendefinisikan pengertian apresiasi sastra sebagai kegiatan menggauli karya
sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan,kepekaan
pikiran kritis,dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Sejalan dengan
rumusan-rumusan di atas, dapatlah dibuat definisi pengertian apresiasi sastra
anak sebagai berikut. Apresiasi sastra anak adalah:
1. Sikap menghargai sastra anak berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya;
2. Pemahaman, penghargaan, dan penilaian yang positif terhadap karya
sastra anak;
3. Penghargaan terhadap karya sastra anak yang didasarkan pada
pemahaman.
Drama merupakan salah satu sastra yang bisa dimainkan oleh anak-anak. Drama
juga bisa di apresiasi dan sebagai calon seorang guru, kita harus mampu memiih
drama yang baik untuk perkembangan anak. Oleh karena itu drama perlu di
apresiasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dipaparkan, rumusan masalah dari makalah ini antara lain.
1) Apakah yang
dimasud dengan drama?
2) Apa sajakah
unsur-unsur drama?
3) Bagaimanakah
contoh apresiasi drama itu?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka
tujuan pendidikan makalah ini antara lain.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan drama.
2. Untuk mengetahuiunsur-unsur drama dan
contoh apresiasinya.
3. Untuk mengetahui apresiasi drama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Drama
a) Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) drama memiliki beberapa pengertian. Pertama,
drama diartikan sebagai komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog
yang dipentaskan. Kedua, cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik
atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Ketiga, kejadian yan
menyedihkan.
b) Dalam
sejarahnya (Barranger, 1994) kata drama dan teater memiliki arti yang berbeda.
Drama berasal dari bahasa Yunani dran yang berarti ”to do” atau ”to act”
(berbuat). Kata teater juga erasal dari Yunani theatron yang berarti ”a place
for seeing” (tempat untuk menonton), dengan demikian kata teater mengacu pada
suatu tempat di mana aktor-aktros mementaskan lakon. Dengan kata lain, secara
lebih mudah, kata drama diartikan sebagai lakon yang dipertunjukkan oleh apra
aktor di atas pentas, sedangkan teater
diartikan sebagai tempat lakon
itu dipentaskan. Dengan demikian, seyogyanya kita bukan mengajak ’bermain
teater’ tetapi ’bermain drama’, dan bukan ’menonton teater’ tetapi ’menonton
drama di teater’.
c) Pengertian
lain, drama adalah kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas
berdasarkan naskah, menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu
(dekor, kostum, rias, lampu, musik), serta disaksikan oleh penonton.
B. Bentuk-Bentuk Drama
1) Berdasarkan bentuk sastra cakapannya,
drama dibedakan menjadi dua
a. Drama puisi, yaitu drama yang sebagian
besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi.
b. Drama prosa, yaitu drama yang cakapannya
disusun dalam bentuk prosa.
2) Berdasarkan sajian isinya
a. Tragedi (drama duka), yaitu drama yang
menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang terlibat dalam situasi gawat
karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan tersebut mengantarkan tokoh
pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga berarti drama serius yang
melukiskan tikaian di antara tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa, yang
berakhir dengan malapetaka atau kesedihan.
b. Komedi (drama ria), yaitu drama ringan
yang bersifat menghibur, walaupun selorohan di dalamnya dapat bersifat menyindir,
dan yang berakhir dengan bahagia.
c. Tragikomedi (drama dukaria), yaitu drama
yang sebenarnya menggunakan alur dukacita tetapi berakhir dengan kebahagiaan.
3) Berdasarkan kuantitas cakapannya
a. Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata
b. Minikata, yaitu drama yang menggunakan
sedikit sekali kata-kata.
c. Doalogmonolog, yaitu drama yang
menggunakan banyak kata-kata.
4) Berdasarkan besarnya pengaruh unsur seni
lainnya
a. Opera/operet, yaitu drama yang menonjolkan
seni suara atau musik.
b. Sendratari, yaitu drama yang menonjolkan seni
eksposisi.
c. Tablo, yaitu drama yang menonjolkan seni
eksposisi.
5) Bentuk-bentuk lain
a. Drama absurd, yaitu drama yang
sengaja mengabaikan atau melanggar konversi alur, penokohan, tematik.
b. Drama baca, naska drama yang hanya
cocok untuk dibaca, bukan dipentaskan.
c. Drama borjuis, drama yang bertema
tentang kehidupan kam bangsawan (muncul abad ke-18).
d. Drama domestik, drama yang
menceritakan kehidupan rakyat biasa.
e. Drama duka, yaitu drama yang khusus
menggambarkan kejathan atau keruntuhan tokoh utama
f. Drama liturgis, yaitu drama yang
pementasannya digabungkan dengan upacara kebaktian gereja (di Abad
Pertengahan).
g. Drama satu babak, yaitu lakon yang
terdiri dari satu babak, berpusat pada satu tema dengan sejumlah kecil pemeran
gaya, latar, serta pengaluran yang ringkas.
h. Drama rakyat, yaitu drama yang
timbul dan berkembang sesuai dengan festival rakyat yang ada (terutama di
pedesaan).
C.
Unsur-Unsur
Drama
Dalam
drama tradisional (khususnya Aristoteles), lakon haruslah bergerak maju dari
suatu beginning (permulaan), melalui middle (pertengahan), dan menuju pada
ending (akhir). Dalam teks drama disebut sebagai eksposisi, komplikasi, dan
resolusi.
a) Eksposisi, adala bagian awal yang memberikan informasi
kepada penonton yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya atau memperkenalkan
siapa saja tokoh-tokohnya yang akan dikembangkan dalam bagian utama dari lakon,
dan memberikan suatu indikasi mengenai resolusi.
b) Komplikasi, berisi tentang konflik-konflik dan
pengembangannya. Gangguan-gangguan, halangan-halangan dalam mencapai tujuan,
atau kekeliruan yang dialami tokoh utamanya. Alam komplikasi inilah dapat
diketahui bagaimana watak tokoh utama (yang menyangkut protagonis dan
antagonisnya).
c) Resolusi, adalah bagian klimaks (turning point) dari
drama. Resolusi haruslah berlanagsung secara logis dan memiliki kaitan yang
wajar dengan apa-apa yang terjadi sebelumnya. Akhir dari drama bisa happy-en
atau unhappy-end.
Karakter merupakan sumber konflik dan percakapan
antartokoh. Dalam sebuah drama harus ada tokoh yang kontra dengan tokoh lain.
Jika dalam drama karakter tokohnya sama maka tidak akan terjadi lakuan. Drama
baru akan muncul kalau ada karakter yang saling berbenturan. Dialog merupakan salah satu unsur vital. Oleh karena itu, ada dua syarat
pokok yang tidak boleh diabaikan, yaitu :
(1) Dialog harus wajar,
emnarik, mencerminkan pikiran dan perasaan tokoh yang ikut berperan,
(2) Dialog harus jelas,
terang, menuju sasaran, alamiah, dan tidak dibuat-buat.
D. Unsur-Unsur Pementasan
Dalam
pentas drama sekurang-kurangnya ada 6 unsur yang perlu dikenal, yaitu naskah
drama, sutradara, pemeran, panggung, perlengkapan panggung seperti cahaya, rias, bunyi, pakaian, dan penonton.
a) Naskah drama. Adalah
bahan pokok pementasan. Secara garis besar naskah drama dapat berbentuk tragedi
(tentang kesedihan dan kemalangan),
dan komedi (tentang lelucon dan tingka laku konyol), serta disajikan secara
realis (mendekati kenyataan yang sebenarnya dalam pementasan, baik dalam
bahasa, pakaian, dan tata panggungnya, serta secara simbolik (dalam
pementasannnya tidak perlu mirip apa yang sebenarnya terjadi dalam realita,
biasanya dibuat puitis, dibumdui musik-koor-tarian, dan panggung kosong tanpa
hiasan yang melukiskan suatu realitas, misalnya drama karya Putu Wijaya. Naskah
yang telah dipilih harus dicerna atau diolah, bahkan mungkin diubah, ditambah
atau dikurangi disinkronkan dengan tujuan pementasan tafsiran sutradara,
situasi pentas, kerabat kerja, peralatan, dan penonton yang dibayangkannya.
b) Sutradara. Setelah
naskah, faktor sutradara memegang peranan yang penting. Sutradara inilah yang
bertugas mengkoordinasikan lalu lintas pementasan agar pementasannya berhasil.
Ia bertugas membuat/mencari naskah drama, mencari pemeran, kerabat kerja,
penyandang dana (produsen), dan dapat mensikapi calon penonton.
c) Pemeran. Pemeran
inilah yang harus menafsirkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Memang
sutradaralah yang menentukannya, tetapi tanpa kepiawaian dalam mewujudkan
pemeranannya, konsep peran yang telah digariskan sutradara berdasarkan naskah,
hasilnya akan sia-sia belaka.
d) Panggung. Secara
garis besar variasi panggung dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
panggung yang dipergunakan sebagai pertunjukan sepenuhnya, sehingga semua
penonton dapat mengamati pementasan secara keseluruhan dari luar panggung.
Kedua, panggung berbentuk arena, sehingga memungkinkan pemain berada di sekitar
penonton.
e) Cahaya. Cahaya
(lighting) diperlukan untuk memperjelas penglihatan penonton terhadap mimim
pemeran, sehingga tercapai atau dapa mendukung penciptaan suasana sedih,
murung, atau gembira, dan juga dapat mendukung keratistikan set yang dibangun
di panggung.
f) Bunyi (sound effect). Bunyi ini memegang peran penting. Bunyi dapat diusahakan secara langsung
(orkestra, band, gamelan, dsb), tetapi juga dapat lewat perekaman yang jauh
hari sudah disiapkan oleh awak pentas yang bertanggung jawab mengurusnya.
g) Pakaian. Sering disebut kostm (costume), adalah pakaian yang dikenakan para pemain untuk
membantu pemeran dalam menampilkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Dengan
melihat kostum yang dikenakannya para penonton secara langsung dapat menerka
profesi tokoh yang ditampilkan di panggung (dokter, perawat, tentara, petani,
dsb), kedudukannya (rakyat jelata, punggawa, atau raja), dan sifat sang tokoh
trendi, ceroboh, atau cermat).
h) Rias. Berkat rias
yang baik, seorang gadis berumur 18 tahun dapat berubah wajah seakan-akan
menjadi seorang nenek-nenek. Dapat juga wajah tampan dapat dipermak menjadi
tokoh yang tampak kejam dan jelek. Semua itu diusahakan untuk lebih membantu
para pemeran untuk membawakan perwatakan tokoh sesuai dengan yang diinginkan
naskah dan tafsiran sutradara.
i)
Penonton. Dalam setiap pementasan faktor penonton perlu
dipikirkan juga. Jika drama yang dipentaskan untuk para siswa sekolah sendiri,
faktor mpenonton tidak begitu merisaukan. Apabila terjadi kekeliruan, mereka
akan memaafkan, memaklumi, dan jika pun mengkritik nadanya akan lebih
bersahabat. Akan tetapi, dalam pementasan untuk umum, hal seperti tersebut di
atas tidak akan terjadi. Oleh karena itu, jauh sebelum pementasan sutradara
harus mengadakan survei perihal calon penonton. Jika penontonnya ”ganas” awak
pentas harus diberi tahu, agar lebih siap, dan tidak mengecewakan para
penonton.
E. Contoh Apresiasi Drama
Contoh naskah drama :
PENCARIAN
SANG KUCING
Di
sebuah hutan. Anak kucing itu berjalan tidak tahu tujuan. Dia kabur dari
rumahnya karena merasa tidak lagi disayang ibunya. Kepalanya mendongak. Dia
melihat sinar matahari yang menyilaukan mata.
Anak kucing : ”Matahari yang perkasa, maukah kamu
menjadikan aku sebagai anakmu? Aku ingin
menjadi perkasa sepertimu.”
Matahari : ”Di
dunia ini, aku tidak selalu perkasa. Masih ada yang bisa mengalahkan aku.”
Anak kucing : ”Siapakah itu?”
Matahari : ”Awan. Awan sering menutupi
wajahku sehingga tidak tampak olehmu.”
Mendengar jawaban itu, kucing bertanya
kepada awan.
Anak kucing : ”Awan yang baik hati, maukah kau menjadi ibuku?”
Awan :
”O, kucing yang manis. Masih ada yang bisa mengalahkanku.”
Anak kucing : ”Siapa dia?”
Awan :
”Angin.Jika angin datang, tubuhku tercerai-berai. Aku diterbangkan ke sana
kemari hingga hancur lebur menjadi air”
Kucing bergerak ke arah dedaunan. Ia
bermaksud bertanya kepada angin.
Anak kucing : ”Angin. Maukah kau menjadi ibuku?”
Angin :
”Jangan kau mengira aku selalu senang. Aku pun sering punya masalah karena
masih ada yang lebih hebat dari aku. Dialah bukit. Bagaimanapun bebasnya aku
bergerak, namun jika di depanku ada bukit, aku tak bisa meneruskan perjalananku.”
Anak kucing mengarahkan pandangan pada
bukit.
Anak kucing : ”Bukit yang tinggi. Maukah kau mengangkat aku menjadi
anakmu?”
Bukit :
”Hidupku pun tak lepas dari masalah. Masih ada yang sering mengganggu
ketenanganku.”
Anak kucing : ”Benarkah? Siapa dia?”
Bukit :
”Kerbau. Dia sering menanduk badanku hingga rata dengan tanah.”
Kucing itu pun segera menghampiri kerbau.
Setelah bertanya pada kerbau, kerbau itu menyatakan bahwa rotan yang mengikat,
membuat hidupnya tidak tenang. Kucing pun segera berlari ke arah rumpun rotan.
Menurut rotan, hidupnya juga tidak selalu senang karena sering digigiti oleh
serombongan tikus hingga badannya terasa sakit. Mendengar jawababn rotan,
kucing segera berlari ke sebuah lobang. Di situ ada keluarga tikus.
Anak kucing : ”Wahai tikus. Maukah kau mengangkat aku sebagai anakmu?”
Tikus :
”Masih ada sesuatu yang kami takuti. Kami selalu kalah olehnya. Ia adalah hewan
pemberani.”
Anak kucing : ”Benarkah? Siapa binatang pemberani itu?”
Tikus :
”Ia adalah ibumu. Seekor kucing pemberani.”
Mendengar keterangan itu, si kucing
tertunduk lemas. Sekarannnng dia sadar bahwa tindakannya selama ini keliru.
Tidak terasa air matanya berlinang. Ia merasa sangat rindu bertemu ibunya.
Pergilah anak kucing itu menemui ibunya dan bersujud meminta maaf. Meski telah
ditinggal pergi, Ibu kucing memaafkan anaknya dengan tulus.
Unsur unsur drama dari drama yang
berjudul PENCARIAN SANG KUCING
Ø Tema : Keluarga
Ø Alur : alur maju
Ø Tokoh : anak kucing, matahari, awan, angin,
bukit, kerbau, rotan, tikus, ibu kucing.
Ø Latar : siang hari
Ø Amanat : selalu perhatikan hal-hal kecil di
sekitarmu sebelum berpindah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Drama adalah suatu karya yang mengungkapkan
sisi kehidupan manusia dalam bentuk dialog dan dipentaskan. Hal mendasar yang
membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian
dialog. Dialog adalah komunikasi antar
tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan didengar langsung oleh
penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan. Drama terdiri dari unsur unsur
intrinsik seperti tema, alur, tokoh, latar dan amanat.
Daftar Pustaka
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pangajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.
Tarigan, Dr. Henry
Guntur. 1982. Membaca Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa
University Press
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung:
Sinar Baru.
Haryadi, dkk.
(1996/1997). Peningkatan Keterampilan
Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Kusmayadi,
Ismail, dkk. (2007). Terampil dan Cerdas
Berbahasa Indonesia untuk Kelas VI Sekolah Dasar. Bandung: Grafindo Media
Pratama.
Thanks udah berbagi. Artikelnya sangat berguna
ReplyDeleteiya... Selamat Menikmati
DeleteIzin copas sobat buat pengetahuan
ReplyDelete