Pengaturan Kondisi Dan Penciptaan Iklim Belajar Yang Menunjang


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dapat dimengerti bahwa kondisi atau suasana belajar berpengaruh terhadap pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu faktor penting untuk pembelajaran adalah terpenuhinya kondisi dan suasana belajar yang optimal. Tindakan manajemen kelas adalah tindakan yang dilakukan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar pembelajaran berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh siswa rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar, tindakan lain dapat berupa tindakan korektif terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dan merusak kondisi optimal terhadap proses pembelajaran yang berlangsung.
Tindakan pncegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur lingkungan belajar, mengatur siswa, mengatur peralatan dan lingkungan sosio-emosional.
            Makalah ini membahas 2 kondisi yakni kondisi fisik dan kondisi sosio-emosional yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kondisi dan situasi belajar mengajar di kelas?
2.      Bagaimanakah kondisi fisik tempat belajar?
3.      Bagaimanakah kondisi sosio-emosional di tempat belajar?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui kondisi dan situasi belajar mengajar di kelas.
2.      Untuk mengetahui macam-macam kondisi fisik tempat belajar.
3.      Untuk mengetahui kondisi sosio-emosional.


BAB II
PEMBAHASAN

PENGATURAN KONDISI DAN PENCIPTAAN
IKLIM BELAJAR YANG MENUNJANG

1.     Kondisi dan Situasi Belajar-Mengajar
a.    Kondisi Fisik
Kondisi fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat akan mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai pengaruh positif  terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Guru harus dapat menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan pendidikan peserta didik. Melalui teknik motivasi yang akurat, guru dapat memberikan kontribusi iklim kelas yang sehat. Kondisi dan lingkungan hendaknya menjadi perhatian dan kepedulian guru agar siswa dapat belajar secara optimal. Kondisi dan lingkungan yang perlu menjadi perhatian dan kepedulian dalam menunjang terciptanya pembelajaran seperti berikut ini
1.      Ruangan Tempat Berlangsungnya Pembelajaran
Ruangan pembelajaran harus memungkinkan para peserta didik dapat bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan, sehingga tidak saling mengganggu satu sama lainnya pada saat terjadi aktivitas pembelajaran. Besarnya ruangan kelas sangat bergantung kepada berbagai hal antara lain :
(1.)  Jenis kegiatan (kegiatan pertemuan tatap muka klasikal dalam kels atau bekerja di ruang praktikum)
(2.) Jumlah siswa yang melakukan kegiatan ( kegiatan bersama secara klasikal atau kegiatan dalam kelompok kecil)
Ruang belajar yang merupakan tempat siswa dan guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar meliputi ruang kelas,ruang laboratorium, dan ruang auditorium (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996 : 45).
Ruang Kelas
      Kelas adalah tempat bagi para siwa untuk tumbuh dan berkembangnya potensi intelektual dan emosional.
     Syarat Ruang kelas yang baik diantaranya :
1.      Rapi, bersih, sehat, tidak lembab
2.      Cukup cahaya yang menerangi
3.      Sirkulasi udara cukup
4.      Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya, dan ditata dengan rapi
5.      Jumlah siswa lebih dari 40 orang
Perlengkapan Kelas
Perlengkapan yang harus ada dan diperlukan di kelas meliputi : papan tulis, dan penghapusnya, meja dan kursi guru, meja dan kusi siswa, almari kelas, jadwal pelajaran, papan absensi, daftar piket kelas, kalender pendidikan, gambar residen dan wakil presiden serta lambang Garuda Pancasila, tempat cuci tangan dan lap tangan, tempat sampah, sapu lidi, sapu ijuk, dan sapu bulu ayam, gambar-gambar, alat peraga dan kapur atau spidol.
2.      Pengaturan Tempat Duduk
                 Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk seperti di bawah ini.
a)    Pola Berderet atau Barbaris-Berbanjar
Umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Siswa yang tinggi duduk di sebelah belakang, sedangkan siswa yang pendek duduk di depan. Pada situasi tertentu, misalnya jika ada siswa yang tidak dapat melihat jarak jauh atau pendengarannya kurang, atau jika banyak yang berbuat gaduh, siswa tersebut didudukkan di deretan paling depan tanpa menghiraukan tinggi badannya. Tipe pengaturan tempat duduk seperti ini tampaknya sangat cocok untuk pengajaran formal. Semua siswa duduk di belakang yang pendek duduk di depan. Tempat duduk seperti ini juga memudahkan siswa atau guru bergerak dari deretan satu ke deretan yang lain. Namun demikian terdapat kelemahan-kelemahan dari pengaturan tempat duduk seperti ini yaitu mengurangi keleluasaan belajar siswa. Posisi guru membuat dirinya mempunyai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar kepada siswa. Akhirnya, siswa menjadi terlalu tergantung, tidak ada kegiatan kerja kelompok yang dapat dilakukan dan komunikasi antarsiswa menjadi terbatas.

 b)   Pola susunan Berkelompok
Pola ini mengatur tempat duduk siswa secara berkelompok. Cara ini memungkinkan siswa dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan dapat berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya secara bebas. Pola ini memudahkan siswa untuk bekerja sama dan saling menolong satu sama lain sebagai teman sebaya. Kepemimpinan dan kerja sama merupakan dua unsure yang penting dari hubungan kelas, sebagai akibat dari pengaturan tempat duduk seperti ini. Bila tujuan pembelajaran atau guru menghendaki para siswa mengerjakan tugas secara berkelompok atau memecahkan masalah secara bersama-sama, susunan pengaturan tempat duduk berkelompok ini akan lebih tepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pola pengaturan tempat duduk berkelompok adalah bahwa setiap kelompok harus ada seorang pemimpinnya. Namun, sebaiknya pemimpin kelompok diatur secara bergiliran sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk memimpin. Dalam situasi ini otoritas guru berperan dalam posisi terdesentralisasi. Guru hanya memberikan bimbingan kepada siswa.

a)    Pola Formasi Tapal Kuda
Pola ini menempatkan posisi guru berada di tengah-tengah para siswanya. Pola semacam ini dapat dipakai jika pelajaran banyak memerlukan diskusi antarsiswa atau dengan guru. Posisi guru dalam pengaturan tempat seperti ini terpisah dari kelompok namun kelompok tetap dalam pengawasan guru. Pengaturan formasi tapal kuda memberikan kemudahan kepada para siswa untuk saling berkomunikasi dan bekonsultasi. Tambahan pula tanpa banyak membuang waktu pengaturan seperti ini dapat diubah menjadi pola berkelompok atau formasi kelompok kecil, begitu juga sebaliknya.

b)   Pola Lingkaran atau Persegi
Pola pengaturan tempat duduk lingkaran atau persegi baik juga untuk mengajar yang disajikan dengan metode diskusi. Berbeda dari pola tapal kuda, otoritas guru sama sekali tidak terpusat dan kepemimpinan formal tidak berperan sama sekali. Hakikatnya dalam pola lingkaran atau persegi biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada yang harus direkam atau dicatat, bentuk ini adalah sangat tepat. Seandainya ada suatu kegiatan atau alat yang harus ditunjukkan atau diperagakan, kegiatan atau alat itu dapat diletakkan di tengah-tengah sehingga mudah dilihat dan dikomentari oleh semua siswa. Siswa pola-pola pengaturan tempat duduk tersebut di atas, ada pola lain yang tidak membatasi ruang gerak siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Hal ini dapat terjadi, misalnya ada siswa yang harus belajar di ruang baca, di perpustakaan, atau di ruang praktikum. Dengan demikian perlu ada tempat-tempat khusus, di mana siswa dengan siapa saja dan di mana saja dapat belajar dengan baik. Dalam hal ini, yang penting adalah para siswa di berbagai lokasi tempat mereka berada. Kemungkinan pola-pola pengaturan tempat duduk tersebut dapat digambarkan atau diilustrasikan.

3.      Ventilasi dan Pengaturan Cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan (kendatipun guru sulit mengaturnya karena sudah tersedia) adalah asset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik sehingga semua dalam kelas dapat menghirup udara segar yang cukup mengandung O2. Siswa harus dapat melihat tulisan dengan jelas, baik tulisan di papan tulis, pada papan bulletin, maupun pada buku bacaan. Kapur tulis yang digunakan sebaiknya kapur yang bebas dari debu dan selalu bersih. Cahaya harus datang dari sebelah kiri dan cukup terang tetapi tidak menyilaukan.
4.      Pengaturan Penyimpanan Barang-Barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar. Barang –barang yang karena nilai praktisnya tinggi dan dapat disimpan di ruang kelas seperti buku pelajaran, pedoman kurikulum, kartu pribadi, dan sebagainya, hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga barang-barang tersebut segera dapat dipergunakan. Tentu saja masalah pemeliharaan barang-barang tersebut sangat penting dan secara berkala harus dicek. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengamanan barang-barang tersebut dari pencurian dan pengamanan terhadap barang yang mudah meledak atau terbakar. Alat pengaman harus selalu tersedia, seperti alat pemadaman kebakaran, P3K, dan sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga dalam penciptaan lingkungan adalah kebersihan dan kerapatan. Ruang kelas, papan tulis, meja, kursi, rak buku, tempat untuk menyimpan peralatan harus selalu rapi dan bersih. Kebersihan meninggalkan ruangan kelas yang kotor adalah hal yang tidak baik. Oleh karena itu, guru seyogyanya membuat peraturan yang mengatur kelompok kerja yang membersihkan ruangan, menyiapkan kapur tulis, mengganti taplak meja, dan sebagainya. Guru membagi dan membuat tanggung jawab pengaturan kondisi fisik itu menjadi milik siswa di kelas tersebut, dan tidak hanya milik guru. Siswa harus turut aktif dalam membuat keputusan mengenal tata ruang, dekorasi, dan sebagainya.
b.   Kondisi Sosio-Emosional
Kondisi sosio-emosional akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar-mengajar, kegairahan siswa dan keefektifan tercapainya tujuan pengajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut meliputi hal-hal berikut ini.
1)      Tipe Kepemimpinan
Peranan guru dan tipe kepemimpinan guru mewarnai suasana emosional dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap siswa yang submissive atau apatis. Tetapi di pihak lain, hal itu juga dapat menumbuhkan sikap yang agresif. Kedua sikap siswa yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan sumber problema manajemen, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan.
Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter siswa hanya akna aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi, karena hal itu semua aktivitas menjadi menurun. Aktivitas proses belajar mengajar sangat bergantung kepada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru. Tipe kepemimpinan yang cenderung kepada laizez-faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin. Kalau ada guru, siswa lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe ini biasanya aktivitas siswa lebih produktif kalau gurunya tidak ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi siswa yang innerdirected dengan kondisi siswa tersebut aktif, penuh kemauan, berinisiatif dan tidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetapi, kelompok siswa semacam ini biasanya tidak cukup banyak.
Tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi belajar mengajar optimal. Siswa akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru. Dalam kondisi semacam ini biasanya problema manajemen kelas bisa diperkecil sesedikit-sedikitnya.
Memperhatikan kekuatan dan kelemahan tipologi kepemimpinan otoriter, lazez-faire, dan demokratis, para praktisi atau para guru seyogyanya mengembangkan asas-asas kepemimpinan yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Asas-asas kepemimpinan tersebut adalah Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso dan Tut Wuri Handayani.
Ing ngarso sung tulodo, yang berarti keseluruhan sikap, tingkah laku dan perbuatan pemimpin harus sesuai dengan norma yang berlaku sehingga orang yang dipimpinnya meneladani dan mengikuti pemimpinnya. Kemampuan tersebut hanya akan terbentuk secara wajar dan nyata apabila dimilliki integritas pribadi, disiplin, dan keteladanan yang tidak menghandalkan kepada kekuasaan melainkan kepada pikiran yang jernih dan watak demokratis.
Ing madyo mangun karso, yang berarti seorang pemimpin harus mampu memotivasi dan membangunkan tekad serta semangat orang-orang yang dipimpinnya berwakarsa, berkreasi dan memiliki niat yang kuat untuk berbuat. Dengan demikian, kemampuan itu menumbuh-suburkan potensi yang terdapat pada diri orang-orang yanng dipimpinnya untuk dapat tumbuh secara mandiri dan bertanggung jawab secara etis.
Tut wuri handayani, yang berarti seorang pemimpin harus mampu mendorong dan mengedepankan orang-orang yang dipimpinnya seraya membekali dengan rasa percaya diri. Sikap tersebut mendorong tumbuhnya kepribadian yang tinggi, mentalitas mandiri, dan sikap partisipasif dalam usaha-usaha yang bersama.
Penerapan (cara dan/ atau kapan mewujudkannya dan/atau menampilkannya) asas-asas Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani oleh para guru di sekolah dasar dapat diperhatikan pada diagram berikut ini.
 
 Kelas
1                     2                      3                     4                        5                           6

ING MADYO MANGUN KARSA





TUT WURI HANDAYANI

ING NGARSO SUNG TULODO


Memperhatikan diagram diatas, seharusnya :
a)    Pada semua kelas, guru berperan sebagai pemberi teladan dan bersikap bijaksana;
b)   Pada kelas 1, guru berperan lebih banyak sebagai pamong pengambil prakarsa untuk menumbuhkan daya kreasi dibandingkan dengan kelas-kelas diatasnya, sementara itu sebagai pamong pengambil prakarsa semakin kendor pada kelas-kelas tinggi.
c)    Pada kelas 6 guru hanya merupakan pendorong dan bila perlu memberi daya kreasi secara tidak langsung dengan memberi gambaran berbagai kemungkinan yang mendorong para siswa untuk menemukan pilihannya, sementara itu pendorong daya kreasi guru pada kelas satu semakin mengendor.
Selain itu, Dalam upaya menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, guru harus menempatkan diri sebagai :
                                   I.            Model, yakni guru tidak menuntut banyak disiplin yang kaku. Ia mengharapkan dengan pemodelan yang ditampilkan dapat memberikan pengalaman dan keantusiasan belajar siswa. Ia tidak menekankan daya ingat kepada apa yang telah dikatakan, melainkan menginginkan siswa menemukan idea tau gagasan baru pada akhir pembelajaran.
                                II.            Pengembang, yaitu guru yang ahli dalam melaksanakan tugas dengan format yang benar dan tepat. Ia tidak membiarkan dan mengizinkan siswa bolos atau malas tanpa alasan yang sah. Ia suka mengadakan penilaian terhadap segala bidang yang dikerjakan para siswa. Ia suka mawas diri pada saat mengajar.
                             III.            Perencana, adalah guru yang ahli dalam bidangnya, yaitu guru yang mengatur kelas sebagai tata ruang belajar. Ia memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Ia menganggap siswa yang belajar padanya karena ingin mempelajari sebanyak mungkin apa yang diketahui guru.
                             IV.            Pembimbing, ialah guru yang saling membelajarkan antara dirinya dengan sesame siswanya. Ia mengajar dalam system sosial yang dinamis. Ia mengaharapkan ada interaksi belajar antara diri dengan siswanya. Ia mengajar karena mengetahui adanya perkembangan pribadi tiap-tiap individu, yang mengembangkan suasana saling percaya dan terbuka.
                                V.            Fasilitator, ialah guru yang menyadari bahwa pekerjaanya merespon tujuan para siswa sekalipun tujuan itu bervariasi. Ia kurang menyenangi apabila ada siswa yang mendapat kesulitan belajar. Ia banyak mendengar dan bertanya pada siswa. Ia menginginkan siswa dapat belajar dan mencapai tujuan sesuai dengan harapan.
2)      Sikap Guru
Sikap guru dalam menghadapi siswa yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku siswa akan dapat diperbaiki. Kalaupun guru terpaksa membenci, maka bencilah tingkah laku siswa tersebur dan jangan membenci orangnya. Guru hendaknya:
Ø  Menerima siswa dengan hangat, sehingga ia insyaf akan kesalahannya.
Ø  Berlaku adil dalam bertindak.
Ø  Menciptakan suatu kondisi yang dapat menyebebkan siswa sadar akan kesalahannya sehingga ada dorongan untuk memperbaiki kesalahannya.

3)      Suara Guru
Suara guru, walaupun bukan faktor yang besar, namun turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh siswa secara jelas dari jarak yang agak jauh akan mengakibatkan suasana gaduh. Keadaan yang seperti itu akan mnembosankan, sehingga pelajaran cenderung tidak diperhatikan. Suara yang relative rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh dan kedengarannya rileks akan mendorong siswa untuk memperhatikan pelajaran. Mereka akan berani mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan sendiri, dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya bervariasi sehingga tidak membosankan siswa yang mendengarnya. Hal yang penting dari itu semua adalah proses pembelajaran akan semakin terarah.

4)      Pembinaan Hubungan Baik
Pembinaan hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam masalah manajemen kelas adalah hal yang sangat penting. Dengan terciptanya hubungan yang baik antara guru dan siswa, diharapkan siswa senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistic, realistic dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Salah satu faktor penting untuk pembelajaran adalah terpenuhinya kondisi dan suasana belajar yang optimal. Tindakan manajemen kelas adalah tindakan yang dilakukan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar pembelajaran berlangsung efektif. Kondisi fisik yang harus diperhatikan antara lain ruang kelas, pengaturan tempat duduk, ventilasi, pengaturan cahaya dan pengaturan penyimpanan barang-barang. Kondisi sosio-emosional akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar-mengajar, kegairahan siswa dan keefektifan tercapainya tujuan pengajaran. Kondisi ini dapat melalui beberapa tipe yaitu tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru, dan pembinaan hubungan baik antara guru dan siswa.
2.      Saran
v  Memperhatikan kondisi fisik dari sebuah tempat belajar merupakan hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru.
v  Guru harus memikirkan kondisi fisik yang sesuai dengan situasi atau kondisi peserta didik dan kelengkapan peralatan karena kondisi fisik yang baik akan meningkatkan minat belajar siswa.
v  Menjadi seorang guru harus cermat dalam mengamati kondisi sosio-emosional peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen. 1996. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Seri Peningkatan Mutu 2. Jakarta: Depdagri dan Depdikbud.
Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen. 1996. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdagri dan Depdikbud.
Entang, M dan T. Raka Joni. 1983. Pengelolaan Kelas. Jakarta: Proyek Pengembangan Penddikan Tenaga Kependidikan.

No comments:

Post a Comment