Model Kurikulum Berdasarkan Implementasi Kurikulum



Model kurikulum berdasarkan implementasi kurikulum antara lain adalah Concern Based Adoption Model (CBAM), Innovation Profiles Model, dan TORI model.
Concern Based Adoption Model (CBAM)
1.      Konsep dan pandangan yang mendasarinya
Concern Based Adoption Model (CBAM) merupakan hasil penelitian tentang implementasi inovasi di sekolah dan college. CBAM menunjukkan adanya dua dimensi perubahan, yaitu 1) tingkat kepedulian tentang inovasi (SoC), yang menggambarkan perasaan guru terhadap perubahan, dan 2) tingkat pelaksanaan inovasi (LoU), yaitu penampilan guru dalam melaksanakan program baru. Dalam model CBAM ini implementasi diartikan sebagai proses penetapan pemakaian inovasi.
CBAM merupakan model implementasi kurikulum yang berdasarkan model orientasi posisi transaksi. Asumsi dasar CBAM adalah sebagai berikut : 1) perubahan adalah proses bukan kejadian, yang muncul ketika program baru disampaikan kepada guru, 2) proses perubahan merupakan pengalaman individual; hasil dari keberhasilan implementasi adalah perubahan yang terjadi di kelas yang dilakukan masing-masing guru, 3) individu-individu yang ada dalam suatu lembaga harus berubah sebelum lembaga itu berubah,  serta 4) perubahan dipandang sebagai proses pertumbuhan yang tumbuh secara bertahap, mulai dari tumbuhnya pengetahuan (tentang inovasi), menggunakan keterampilan, dan mengembangkan perasaan terhadap inovasi.
2.      Penggunaan Concern Based Adoption Model (CBAM)
Model CBAM cocok digunakan untuk semua mata pelajaran, atau untuk bidang-bidang baru sebagai suatu inovasi, dan dapat digunakan pada pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
3.      Prosedur model CBAM
Langkah-langkah model CBAM adalah sebagai berikut :
a.       Stages of Concern (Soc)
Ketika guru dihadapkan dengan perubahan akan terjadi bermacam reaksi. Ekspresi perasaan dan pikiran ini disebut dengan “concern” (kepedulian).  Concern ini tergantung pada kepribadian, pengetahuan dan pengalaman individu, dan inilah yang menyebabkan terjadinya reaksi yang berbeda terhadap perubahan.
Dengan adanya concern yang  berbeda tersebut,  mengakibatkan para guru akan menggunakan pendekatan yang berbeda pula. Terdapat tipe dan level concern, yaitu 0) awarenes, 1) information, 3) personal, 3) management, 4) consequence, 5) collaboration, dan 6) refokusing.
Dalam implementasi inovasi, level concern dapat dikelompokkan dalam 4 tingkatan, yaitu 1) level 0-1, disebut Unrelated concern, 2) level 2 : personal concern, 3) level 3 : task related concern; dan 4) level 4 –6 : impact related concern.
b.      Level of Use (LoU)
Level of use (LoU) berfokus pada apa yang nyata-nyata dilakukan guru dengan program baru yang ditawarkan. Ada 8 tingkatan Level of Use (Lou), yaitu :
1)       Level 0 : Non use, dimana user (pengguna inovasi) hanya memiliki sedikit  pengetahuan atau bahkan belum tahu sama sekali tentang inovasi.
2)       Level 1 : Orientation, user telah atau sedang memperoleh informasi dan atau menyelidiki tentang inovasi.
3)       Level 2 : Preparation, persiapan awal.
4)       Level 3 : Mechanical Use, user lebih banyak memfokuskan pada upaya jangka pendek.
5)       Level 4a : Routine, melakukan inovasi dengan stabil, sedikit perubahan dilakukan selama berlangsungnya inovasi. Sedikit persiapan atau pemikiran diberikan untuk pengembangan inovasi.
6)       Level 4b : Refinement
7)       Level 5 : Integration, user memadukan upayanya sendiri dalam inovasi dengan teman sejawatnya untuk memberikan pengaruh secara kolektif kepada klien.
8)       Level 6 : Renewal, user menilai kembali kualitas inovasi, memikirkan adanya modifikasi atau alternatif lain, menguji pengembangan baru di lapangan, dan mengembangkan tujuan baru.
The Innovation Profile Model
Model mi dikembangkan oleh Leithwood (1982), memungkinkan guru dan pekerja kurikulum untuk mengembangkan satu profile tentang hambatan dalam melakukan perubahan sehingga guru dapat mengatasi hambatan tersebut.
TORI Model (Trust, Openness, Reallization dan Independency)
Model ini dikembangkan oleh Gibb’s (1978) memusatkan pada perubahan pribadi dan sosial. Model ini memberikan satu skala untuk membantu guru mengidentifikasi sejauh mana sikap reseptive sekolah terhadap implementasi gagasan inovatif serta memberikan panduan bagaimana menfasilitasi perubahan.
Di antara tiga model tersebut, model Innovation Profile tampak paling fieksible untuk implementasi gagasan-gagasan inovatif dalam kurikulum oleh karenanya model ini perlu dijelaskan lebih jauh bagaimana cara implementasinya.

Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana model Innovation Profile membagi proses implementasi menjadi enam tugas. Enam tugas utama dibagi lagi menjadi dua fase: tugas 1-3 yang merupakan fase diagnosis dan tugas 4-6 yang merupakan fase aplikasi. Dua bentuk evaluasi digunakan untuk mengukur apakah strategi yang digunakan berhasil.
Diagnosis. Untuk melengkapi tiga jenis kegiatan diagnostik, kajian yang mendalam terhadap program baru pertu dilakukan. untuk membantu mengidentifikasi elemen-elemen yang penting, program harus dljelaskan dalam kaitannya dengan serangkaian kriteria, yakni: (1) pemikiran yang menjadi dasar diterapkannya program baru, (2) hasil belajar yang diharapkan, (3) perilaku masukan, (4) isi pelajaran, (5) bahan pembelajaran, (6) strategi pembelajaran, (7) pengalaman belajar, (8) waktu, (9) alat dan prosedur penilaian.
ApIikasi. Ketika pengujian dan analisis awal telah dilakukan, langkah berikut ialah imptementasi. Pada fase ihi, dipusatkan pada praktek di ruang kelas. Tujuannya ialah untuk menfasilitasi perubahan-perubahan dalam praktik yang dianjurkan oleh program baru.

Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan berdasar kriteria yang dikembangkan pada kegiatan awal. Tujuan evaluasi formatif ialah untuk melihat apakah hambatah-hambatan yang muncul dapat diatasi, evaluasi sumatif terhadap inovasi dilakukan untuk memastikan apakah sebagian besar kendala telah dapat diatasi.

No comments:

Post a Comment