Perilaku Menyimpang atau Kenakalan Peserta Didik dalam Disiplin Kelas





BAB I
LATAR BELAKANG

Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah/kelas. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku  sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti  aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock  dalam bukunya “Dangerous School” (1999).
       Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon (1953) dalam Monks (2002) mengatakan masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und drung dan akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002).
            Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengatasi berbagai masalah pengelolaan kelas, khususnya dalam hal menciptakan dan mempertahankan kedisiplinan selama pembelajaran dengan menggunakan sepuluh pendekatan pengelolaan kelas. Salah satu pendekatan pengelolaan kelas yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah disiplin kelas adalah pendekatan analitik pluralistik, dengan menggabungkan pendekatan pengelolaan kelas yang potensial untuk mengatasi masalah kedisiplinan yang terjadi selama pembelajaran. Berdasarkan wawancara dan observasi kelas V SD Negeri Ngaliyan 02 tanggal 01 Desember 2012, dapat ditemukan bahwa terdapat siswa-siswi yang berperilaku menyimpang seperti tidak berseragam lengkap, membolos dan melanggar disiplin kelas.



BAB II
KAJIAN TEORI

Ada beberapa pengertian tentang perilaku kenakalan, M. Gold dan J. Petronio dalam (Sarwono, 2001) mengartikan kenakalan remaja sebagai tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda Depsos RI, 1999).
Sementara John W. Santrock  (1995) mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
BENTUK- BENTUK KENAKALAN
William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
a)      Kenakalan bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberii pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras.
b)      Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MENYIMPANG
Menurut Kartini Kartono (1998), perilaku menyimpang adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.
Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab perilaku kenakalan menjadi dua bagian sebagai berikut:
a.      FAKTOR INTERNAL
Perilaku menyimpang pada dasarnya merupakan kegagalan sistem pengontrol diri anak terhadap dorongan-dorongan instingtifnya, mereka tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan instingtifnya dan menyalurkan kedalam perbuatan yang bermanfaat.
b.      FAKTOR EKSTERNAL
Disamping faktor-faktor internal, perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti (Kartono, 1998):
v  Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi anggota keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen, semisal kondisi disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua, rejected child, dll.
v  Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan, semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang kurang memahawi kejiwaan remaja dan sarana sekolah yang kurang memadai sering menyebabkan munculnya perilaku kenakalan pada remaja.
v  Faktor lingkungan, lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesen yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial.
v  Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).
Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang tidak disiplin, sebagai berikut :
a.       Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
b.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
c.       Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
d.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.
Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan pula tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
b.      Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.
c.       Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
d.      Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
e.       Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya.
f.       memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.
 

BAB III
PEMBAHASAN
            Sikap disiplin yang dilakukan oleh peserta didik pada awalnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi atau mematuhi nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu yang perlu ditanamkan oleh para guru adalah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu pada nilai-nilai yang berlaku. Nilai-nilai tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib sekolah maupun kelas yang harus dipedomani oleh warga sekolah atau kelas. Disiplin dapat juga dikatakan sebagai alat pendidikan bagi anak, sebab dengan disiplin anak dapat membentuk sikap teratur dan mentaati norma aturan yang ada. Untuk itu disiplin sudah bisa dibiasakan dalam kehidupan anak sejak usia dini.
Dalam hal ini guru dan orang tua dapat menjadi model, pembimbing dan pengarah anak dalam berperilaku yang baik yang diterimalingkungannya. Pada awalnya disiplin memang dirasakan sebagai suatu aturan yang mengekang kebebasan anak. Akan tetapi bila aturan tersebut dirasakan sebagai suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebahagiaan diri anak dankebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju kearah disiplin diri sendiri (self discipline}. Artinya disiplin tidak lagimerupakan suatu yang datang dari luar dirinya yang memberikan keterbatasan tertentu. Dalam hal ini disiplin telah merupakan suatu aturan yang datang dari dalam diri sebagai suatu aturan tentang suatu hal yang wajar dilakukan anak dalamkehidupan sehari-hari.
Kelas yang sehat bila kelas tersebut mempunyai aturan dan tata tertib, yang harus selalu dicontohkan oleh gurunya setiap saat agar murid dapat melaksanakannya secara terus menerus. Peraturan dan tatatertib merupakan alat untuk mengatur perilaku yang diharapkan dari murid
Peraturan merujuk pada standar yang sifatnya umum yang harus dipatuhi oleh murid, misalnya : murid harus mendengarkan dengan baik apa yang dioerintahkan oleh gurunya, menulis jawaban pertanyaan guru jika guru telah memerintahkannya, memberi jawaban jika guru menunjuknya. Tata tertib menunjuk pada standar untuk aktivitas khusus misal, murid harus berpakaian seragam ke sekolah, mengikuti upacara bendera, peminjaman buku perpustakaan.
Pelanggaran Disiplin Kelas
Suatu asumsi menyatakan bahwa semua tingkah laku individu adalah merupakan upaya untuk mencapai tujuan yaitu pemenuhan kebutuhan, pengenalan kebutuhan murid dengan baik merupakan andil yang besar untuk mengendalikan disiplin sebagaimana Maslow menggambarkan teori “hirarchi kebutuhan manusia” yang digambarkan dalam bentuk pramida kebutuhan manusia sebagai berikut : secara berurutan manusia menghendaki tercapainya semua kebutuhan tersebut yang diperoleh dengan cara wajar, umum sesuai dipenuhi melalui cara-cara yang sudah biasa dalam masyarakat maka akan terjadi ketidak seimbangan pada diri individu, dan yang bersangkutan akan berusaha untuk mencapainya dengan cara-cara lain yang sering kurang diterima oleh masyarakat. Dengan logika seperti itu mungkin pelanggaran disiplin sekolah bersumber pada lingkungan sekolah yang tidak memberi pemenuhan terhadap semua kebutuhan peserta didik khususnya, hal tersebut diakibatkan karena:
a.       Tipe kepemimpinan guru yang otoriter yang memaksakan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan peserta didik, perlakuan seperti itu mngakibatkan murid pura-pura patuh, apatis atau sebaliknya, hal tersebut menjadikan murid agresif, murid memberontak terhadap perlakuan yang tidak manusiawi
b.      Pengebirian akan hak-hak kelompok atau individu peserta didik, perlakuan tersebut akan menjadikan frustrasi bagi peserta didik, pada hal disisi lain murid berhakuntuk turut menentukan rencana masa depannya dibawah bimbingan guru.
c.       Guru kurang memperhatikan kelompok minoritas baik yang ada dibawah maupun yang ada di atas rerata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan sekolah.
d.      Guru kurang melibatkan dan mengikut sertakan peserta didik bertanggung jawab terhadap kemajuan sekolah/kelas sesuai dengan kemampuannya.
e.       Guru kurang memperhatikan latar belakang kehidupan peserta didik dalam keluarga ke dalam subsistem kehidupan sekolah.
f.       Guru kurang mengadakan kerjasama dengan orang tua peserta didik dan saling melepas tanggung jawab.
Banyak guru baru kurang menyadari bahwa peserta didik memiliki hak- hak tertentu di dalam lingkungan sekolah. Hak-hak tersebut semuanya diatur dan diperkuat oleh peraturan dan kelaziman atau tradisi yang dipelihara oleh lingkungan sekolah dan masyarakat. Orang tua, wali murid, kelompok kemasyarakatan sering membawa sejumlah kasus pelanggaran siswa ke sekolah, ke Persatuan Orang Tua Siswa, atau ke Pengadilan. Beberapa hak siswa yang penting dan yang perlu dijamin adalah (1),hak menyelesaikan pendidikan sebaik-­baiknya, (2) hak persamaan kedudukan atau kebebasan dari diskriminasi dalam kelompok, (3) hak berekspresi secara pribadi, (4) hak keleluasaan pribadi, dan (5) hak menyelesaikan (studi) secara cepat (Me Neil dan Wiler, 1990).
Hak tersebut adalah merupakan hak yang bersifat umum yang dimiliki oleh murid, sehubungan dengan hal terseut guru harus mampu menerapkan praktek disiplin yang bersumber dari aturan sekolah atau yang bersumber dari aturan-aturan yang bersumber darihukum yang telah dijadikan landasan disiplin pada sekolah tersebut, sehubungan dengan hal tersebut perlu ada garis sinkronisasi antara disiplin yang seharusnya ditegakkan dengan mempertimbangkan peraturan yang dibuat.
Kebutuhan murid adalah merupakan factor yang relevan dalam menentukan berbagai macam disiplin kelas misalnya, anak yang membuthkan perhatian khusus dari guru karena lamban berfikir dalam belajar, anak yang kurang dalam pembelajaran tertentu dan sebagainya, masalah hak dan kebutuhan tersebut akan terlihat bagaimana guru memenuhinya agar tidak terjadi pelanggaran disiplin misalnya anak yang sukar belajar matematika jika tidak diperhatikan oleh gurunya maka ia akan membuat gaduh kelas mengganggu teman sebangkunya
  Mengingat banyaknya kebutuhan murid yang bervariasi antara murid yang satu dengan yang lainnya guru perlu mempertimbangkan untuk menentukan  tingkat pertumbuhan dan perkembangan murid yang diajar dan latar belakang social ekonomi. Guru harus lebih cerdas mempertimbangkan antara hubungan disiplin dengan motivasi individu setiap murid dengan program disiplin yang dibuat. Untuk menegakkan seperangkat ketentuan disiplin sekolah guru harus mengkomunikasikan bagaimana agar murid dapat bertingkah laku baik berdasar norma yang telah ditetapkan di sekolah.jika ada murid yang melanggar disiplin misalnya murid yang selalu melawan, murid yang sering berkelahi, murid yang sering mengganggu temannya, dan lain sebagainya, jika terjadi hal seperti itu maka guru akan segera mengambil tindakan preventif
Upaya Menegakan Disiplin Kelas
Upaya menegakan disiplin didalam kelas dapat dilakukan dengan meminta dukungan berbagai pihak terkait, misalnya dari pihak guru, siswa dan orang tua. Pihak-pihak tersebut selayaknya diajak bekerja sama dengan baik dan harmonis serta ikut bertanggung jawab untuk menciptakan disiplin siswa. Upaya yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
1)              Pihak Guru
Disiplin banyak bergantung pada pribadi guru. Ada guru yang mempunyai kewibawaan sehingga disegani oleh siswanya. Ia tidak akan mengalami kesulitan dalam menciptaka suasana disiplin dalam kelasnya walaupun tanpa menggunakan tindakan atau hukuman yang ketat. Adapula guru yang tampaknya tidak mempunyai kepribadian, ia tidak berwibawa sehingga tidak disegani siswanya sekalipun ia menggunakan hukuman dan tindakan yang keras. Akhirnya hukuman dan tindakan tidak efektif. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
Ø  Guru hendaknya jangan ingin berkuasa dan otoriter, memaksa siswa untuk patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan, karena sikap guru yang otoroter membuat suasan kelas menjadi tegang dan sering diliputi rasa takut.
Ø  Guru harus percaya diri bahwa ia mampu menegakan disiplin bagi dirinya dan siswanya. Jangan tunjukan kelemahan dan kekurangannya pada siswa sebab pada dasarnya siswa perlu perlindungan dan rasa aman dari gurunya.
Ø  Guru jangan memberikan janji-janji yang tidak mungkin dapat ditepati. Juga tidak memaksa siswa bebrjanji untuk memperbaiki perilakunya seketika sebab mengubah perilaku tidak mudah, memerlukan waktu dan bimbingan.
Ø  Guru hendaknya pandai bergaul dengan siswanya, akan tetapi jangan terlampau bersahabat erat sehingga hilang rasa hormat siswa terhadapnya. Akibatnya siswa menanggap guru sebagai teman dekat, sehingga cenderung akan hilang kewibawaanya.
2)              Pihak siswa
Peranan siswa dalam menciptakan suasana disiplin dalam kelas tak kalah pentingnya, karena factor utama adalah siswa sendiri dan siswa merupakan subyek dalam pembelajaran. Oleh karena itu siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk turut serta mewujudkan disiplin di kelasnya.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mewujudkan disipilin dalam kealas, anatara lain:
v  Siswa hendaknya memiliki rasa tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan suasana disiplin didalam kelas.
v  Siswa hendaknya memiliki keasadaran untuk mentaati aturan dan tata tertib sekolah bukan karena rasa takut atau karena merasa terpaksa.
v  Siswa hendaknya bertindak sebagai pengontrol atau pengawas dirinya sendiri tanpa harus diawasi oleh orang lain.
v  Apabila suatu saat melakukan pelanggaran, maka siswa harus berjanji pada dirinya sndiri untuk tidak mengulanginya.
3)              Pihak Orang tua
Peranan orang tua dalam mewujudkan disiplin putra-putrinya dirumah, akan sangat membantu penegakan disiplin kelas. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam rangka turut menegakan disiplin, antara lain:
v  Orang tua hendaknya mengetahui tentang tata tertib sekolah yang harus dilaksanakan putra putrinya ketika disekolah.
v  Orang tua hendaknya ikut bertanggung jawab terhadap putra putrinya dengan cara turut serta mengawasinya.
v  Orang tua hendaknya turut berbicara dan turut membina putra putrinya apabila ia melanggar tata tertib atau aturan sekolah.





BAB IV
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas dengan suasana yang harmonis dimana guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik dan murid dapat belajar atau mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru dengan baik pula tergantung sekali kepada disiplin kelas. Kelas yang tidak berdisiplin sudah tentu kegiatan belajar mengajarnya pun akan menjadi kacau dan tidak menentu pula. Guru sering tidak masuk mengajar, murid-murid sering datang terlambat. Tugas-tugas seperti piket kelas tidak dilaksanakan sehingga kelas menjadi kotor dan sebagainya. Dalam rangka untuk menciptakan suasana kelas yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, maka disiplin kelas perlu ditegakkan baik oleh guru maupun murid-murid.
Saran
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan disiplin kelas adalah:
§  Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
§  Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
§  Membina organisasi kelas secara demokratis.
§  Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri atau mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
§  Membiasakan siswa untuk berpartisifasi sesuai dengan kemampuannya
§  Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengettahuan dan keterampilan.




DAFTAR PUSTAKA

Hurlock., E. B., 1993, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.

Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius.

Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.
Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi,  Jakarta:Erlangga.

2 comments:

  1. Artikelnya bagus:)
    siap berkrja sama
    Salam kenal dan siap bekerjasama :)
    les privat SD,SMP dan SMA

    ReplyDelete